Senin, 23 Mei 2011

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN INTERSEKTORAL DAN DALAM SEKTOR PERTANIAN

I Wayan Rusastra, Saptana dan Supriyati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor


KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
1. Secara normatif optimalisasi penataan lahan intersektoral dan dalam sektor pertanian perlu dibangun berdasarkan pada tata-ruang dan kelas kemampuan lahan. Perencanaan ini perlu didukung oleh pengembangan infrastruktur dengan karakteristik yang berbeda antar sektor/sub sektor dengan tetap mempertimbangkan konsep pembangunan wilayah secara terpadu. Perencanaan normatif ini hanya relevan untuk kawasan pengembangan baru, dan nampaknya tidak sepenuhnya operasional bagi wilayah yang sudah berkembang. Pada kawasan terakhir ini permasalahan yang perlu dipecahkan adalah mencegah konversi lahan pertanian produktif yang dapat mengancam investasi dan kelembagaan pertanian yang telah lama dibangun yang akhirnya berdampak buruk terhadap ketersediaan dan ketahanan pangan nasional.

2. Dampak makro konversi lahan yang dinilai paling serius adalah hilangnya lahan pertanian produktif, melemahnya ketahanan pangan, dan marginalisasi petani paska konversi. Kebijakan mikro seperti harga dan pajak lahan serta pendapatan dinilai kurang efektif dalam mencegah proses konversi lahan. Perlu pembinaan dan pengembangan SDM petani paska konversi, sehingga dapat memanfaatkan secara efektif dana hasil konversi dan juga memiliki aksesibilitas terhadap kesempatan kerja baru di luar sektor pertanian. Perlu reorientasi pembangunan pertanian di Jawa dan penekanan pada manajemen dan teknologi komoditas bernilai tinggi, dan percepatan pembangunan di luar Jawa.

3. Kebijakan strategis antisipatif penanggulangan dampak konversi perlu mempertimbangkan langkah strategi jangka pendek seperti: (a) peningkatan kapasitas kemampuan lahan dan peningkatan daya guna sarana dan prasarana irigasi aktual; (b) percepatan pencetakan sawah dan peningkatan kemampuan sistem irigasi secara berjenjang sesuai dengan tahap perkembangannya (dini – maju – responsif); (c) perluasan irigasi dikaitkan dengan usaha-usaha yang telah dirintis oleh masyarakat seperti pengembangan sawah tadah hujan dan pembukaan areal pertanian baru; dan (d) pelaksanaan penegakan hukum melalui penetapan, pemantapan, dan pengamanan sentra produksi pertanian strategis.

4. Optimalisasi pemanfaatan lahan dalam sektor pertanian perlu diinisiasi melalui identifikasi karakterisasi dan pemetaan AEZ sebagai basis perencanaan pembangunan dan pewilayahan komoditas pertanian. Dalam operasionalnya perlu didukung dengan penciptaan teknologi introduksi spesifik lokasi, program dan kebijakan pendukung pengembangan, ketersediaan modal/pendanaan dan mobilitas tenaga kerja pertanian, dan ketersediaan pasar input-output pertanian serta kebutuhan konsumsi masyarakat. Strategi ini juga perlu difasilitasi dengan program konsolidasi lahan pertanian dengan mengembangkan pertanian dengan basis komoditas tertentu dan berwawasan agribisnis. Konsolidasi dapat diwujudkan melalui kerjasama kemitraan antara investor agribisnis dan petani dalam suatu kawasan agroekosistem. Strategi konsolidasi lahan ini disamping berperan dalam optimalisasi pemanfaatan lahan, juga mencegah alih fungsi lahan melalui pelaksanaan program kemitraan atau kooperatif farming yang sejalan dengan dorongan permintaan pasar yang menuntut adanya peningkatan efisiensi melalui perbaikan skala usaha pertanian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar