Minggu, 09 Oktober 2011

KONDISI HUKUM INDONESIA

PERADILAN SESAT DAN IRONI



Masalah yang terjadi pada kondisi hukum Indonesia adalah peradilan sesat dan ironi. Mengapa disebut sebagai peradilan sesat dan ironi ? Karena kenyataannya praktik peradilan sesat di Indonesia bukanlah “barang” baru di Indonesia. Hal ini sering terjadi di dalam dunia peradilan di negara yang mengaku sebagai negara hukum (rechtstaat). Begitu banyak orang yang tidak bersalah atas nama ketidakprofesionalan aparat penegak hukum, maka orang-orang tersebut ditangkap, ditahan, divonis selanjutnya mendekam di penjara.

Seperti beberapa kasus yang pernah terjadi misalnya seperti kasus Sengkon dan Karta yang harus mendekam di penjara selama 7 tahun dan 12 tahun penjara karena divonis melakukan tindakan pembunuhan, lalu sepasang suami istri di Gorontalo yang dipaksa mendekam di dalam penjara karena telah divonis melakukan pembunuhan terhadap putrinya sendiri, padahal diketahui belakangan ini putrinya masih dalam keadaan hidup. Selain itu seorang pemuda berasal dari Bekasi bernama Budi Harjono ditangkap karena diduga membunuh sang ayah, padahal tidak terbukti sama sekali.
Selain ketiga kasus kejadian salah tangkap dan salah vonis yang sebagian telah divonis dan dipenjara atas kejahatan pembunuhan yang mereka lakukan, masih ada kasus atas kejahatan pembunuhan Asrori ( versi kebun tebu ), yang menambah daftar panjang dosa peradilan di Indonesia. Saat kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Ryan dan Ryan ternyata mengakui salah satu korban yang ia kenali adalah Asrori, maka mulailah ada dugaan atas praktik peradilan sesat yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Maraknya praktik peradilan sesat yang terjadi di Indonesia sudah sejak lama menjadi keprihatinan di Indonesia. Dan merupakan suatu keadaan yang terpuruk.

Peradilan sesat dan ironi ini terjadi di Indonesia karena masih begitu lemahnya sensitifitas HAM ( Hak Asasi Manusia ) dalam produk hukum pidana di Indonesia terutama KUHAP. Perlindungan terhadap setiap manusia untuk bebas dari penyiksaan dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia tersebut wajib diberikan oleh Negara. Dalam UUD’45 hal tersebut diatur dalam UU no. 39 th.1999 tentang HAM dan juga UU no. 12 th 2005 tentang pengesahan ICCPR. Sudah sejak lama Hukum Indonesia memiliki KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang sebagian isinya mengatur tentang hak-hak tersangka dan terdakwa sehingga Negara wajib untuk memenuhinya. Fungsi KUHAP adalah untuk membatasi kekuasaan kursif Negara terhadap warga negaranya, dalam hal ini Negara tidak diperbolehkan melakukan tindakan semena-mena terhadap warga Negara yang sedang menjalani proses hukum. Diharapkan para penegak hukum dapat memberikan jaminan perlindungan hukum dan pemenuhan hak-hak warga masyarakat dari tindakan-tindakan sewenang-wenang.